5/23/2013

KECEPATAN TUMBUH


BAB I
PENDAHULUAN

I.  1 Latar Belakang
Pada dasarnya setiap organisme di jagat raya ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan memiliki arti yang sangat penting bagi makhluk hidup. Misalnya pada manusia, dengan tumbuh dan berkembang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dan melestarikan keturunannya. Sewaktu masih bayi, balita, dan anak kecil, manusia memiliki daya tahan tubuh yang masih lemah sehingga mudah terserang penyakit. Tetapi, setelah tumbuh dan berkembang menjadi dewasa, daya tahan tubuhnya semakin kuat sehingga kelangsungan hidupnya lebih terjamin (Dwijoseputro, 1994).
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan yang tidak dapat dibalikkan dalam ukuran pada sistem biologi. Secara umum pertumbuhan berarti pertambahan ukuran karena organisme multisel tumbuh dari zigot, pertumbuhan itu bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan. Pertumbuhan biologis terjadi dengan dua fenomena yang berbeda antara satu sama lain. Pertambahan volume sel dan pertambahan jumlah sel. Pertambahan volume sel merupakan hasil sintesa dan akumulasi protein, sedangkan pertambahan jumlah sel terjadi dengan pembelahan sel (Darmawan dan Baharsjah, 1983).
Selama pertumbuhan, organisme mengalami proses peningkatan atau pematangan aktivitas organ. Akibat dari pertumbuhan adalah terjadinya pertambahan penjang, lebar, diameter, dan dengan secara pasti akan diikuti pertambahan berat organisme (Puspitasari, 2011). Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.
I. 2 Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengamati pertumbuhan daun ketika dalam masa embrio pada biji kacang merah Phaseolus vulgaris.
I. 3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 11 Oktober 2012 pukul 14.00 sampai 16.00 WITA di Laboratorium Biologi Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengamatan dilakukan selama 10 hari pada hari ke- 3, 6, dan 10 dari di belakang Himpunan Mahasiswa Biologi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada dasarnya semua makhluk hidup di dunia ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan, setiap makhluk hidup selalu mengalami pertumbuhan, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Pada dasarnya pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan yang bersifat irreversible, artinya hanya berjalan ke satu arah. Adapun perkembangan adalah proses menuju kedewasaan, maksudnya suatu makhluk hidup akan tumbuh dari kecil menjadi besar. Sejalan dengan itu, juga terjadi kematangan alat-alat perkembangbiakan (Dwijoseputro, 1994).
Periode pertumbuhan tiap jenis tumbuhan berbeda, namun semua diawali dari proses yang sama, yaitu perkecambahan. Perkecambahan adalah munculnya plantula (tanaman kecil) dari dalam biji yang merupakan hasil pertumbuhan. Embrio yang terdapat did lam bijimempunyai beberapa bagian, antara lain embrio akar (radikula), embrio daun (plumula), embrio pucuk (epikotil) dan embrio batang (hipokotil). Proses perkecembahan diawali ketika biji menyerap air (imbibisi) (Salisbury dan Ross, 1995).
Ada dua tipe perkecambahan, yaitu (Lakitan, 2007):
a. Epigeal, jika ditandai plumula muncul di atas permukaan tanah, sedangkan kotiledon tetap berada di dalam tanah. Biasanya ditemukan pada tanaman dikotil.
b) Hipogeal, jika ditandai plumula dan kotiledon muncul di permukaan tanah. Biasanya ditemukan pada tanaman monokotil
Pola pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan (berbiji dikotil dan monokotil) ada 4 yaitu (Salisbury dan Ross, 1995) :
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Awal
Pertumbuhan awal dimulai dari sebuah biji yang didalamnya mengandung satu embrio. Embrio terdiri atas radikula yang akan tumbuh menjadi akar dan plumula yang akan tumbuh menjadi kecambah.
2.  Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Memanjang
Pertumbuhan tumbuhan hanya berlangsung pada bagian tertentu yang mengandung sel merismatik sehingga mengalami perpanjangan misalnya ujung akar dan ujung tajuk (pucuk), kambium pembuluh, nodus monokotil, dan dasar daun pada tumuhan rumput yang terjadi sebelum perkecambahan dan disebut pertumbuhan primer.
3.  Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Melebar Pada Akar dan Batang
Pertumbuhan melebar adalah terjadinya pelebaran pada beberapa bagian tumbuhan antara lain cambium pembuluh, nodus monokotil, dan dasar daun tumbuhan rumput yang terjadi setelah perkecambahan dan disebut pertumbuhan sekunder.
4. Pola Pertumbuhan dan Perkembangan Tahunan
Dalam pertumbuhan tahunan, setiap tahunnya terbentuk sebuah cincin (limgkaran) yang terbentuk dari pembuluh xylem. kambium intervaskuler akan tersambung dengan kambium intravaskuler yang membentuk suatu lingkaran konsentris, bentuk lingkaran konsentris pada tumbuhan dikotil sering disebut dengan lingkaran tahun.
Secara garis besar pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibagi dalam 3 (tiga) fase, yaitu (Faeth, 2010):
a.  Fase Embryo
Fase yang dimulai dari pembentukan zygote sampai terjadinya embrio, yang terjadi di dalam bakal biji (ovule). Dari zygote diikuti dengan pembelahan sel sesudah itu terjadi pengembangan sel. Fase embryonis tidak terlihat secara nyata (tidak tergambar dalam kurve) dalam pertumbuhan tanaman, karena berlangsungnya di dalam biji.
b.  Fase Muda (Juveni)
Fase yang dimulai sejak biji mulai berkecambah, tumbuh menjadi bibit dan dicirikan oleh pembentukan daun – daun yang pertama dan berlangsung terus sampai masa berbunga dan atau berbuah yang pertama. Perkecambahan merupakan satu rangkaian yang komplek dari perubahan-perubahan morfologis, fisiologis, dan biokimia. Proses perkecambahan meliputi beberapa tahap, yaitu imbibisi yaitu proses penyerapan air oleh benih sehingga kulit benih melunak dan terjadinya hidrasi dari protoplasma, perombakan cadangan makanan di dalam endosperm, perombakan bahan-bahan makanan yang dilakukan oleh enzym. ( amilase, protease, lipase), karbohidrat dirombak menjadi glukosa, gibberellin mengaktifkan produksi enzim amilase, embrio menyerap air dan proses perkecambahan dimulai, gibberellin berdifusi dari embrio menuju lapisan aleuron, sel-sel dalam lapisan aleuron merespon dengan melepaskan enzim pencerna seperti amilase, enzim mencerna pati di dalam emdosperm menjadi gula dan molekul lain yang diperlukan embrio untuk tumbuh.
c.  Fase Menua dan Aging ( Senil/Senescence )
Beberapa faktor luar dapat menghambat atau mempercepat terjadinya senescence, misalnya penaikan suhu, keadaan gelap, kekurangan air dapat mempercepat terjadinya senescence daun, penghapusan bunga atau buah akan menghambat senescence tanaman, pengurangan unsur-unsur hara dalam tanah, air, penaikan suhu, berakibat menekan pertumbuhan tanaman yang berarti mempercepat senescence.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya pertumbuhan yaitu (Meutya, 2011):
A. Faktor Ekstern
1)  Air dan Mineral berpengaruh pada pertumbuhan tajuk 2 akar. Diferensiasi salah satu unsur hara atau lebih akan menghambat atau menyebabkan pertumbuhan tak normal.
2) Faktor Kelembaban / Kelembapan Udara, kadar air dalam udara dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan tumbuhan. Tempat yang lembab menguntungkan bagi tumbuhan di mana tumbuhan dapat mendapatkan air lebih mudah serta berkurangnya penguapan yang akan berdampak pada pembentukan sel yang lebih cepat.
3)  Suhu di antaranya mempengaruhi kerja enzim. Suhu ideal yang diperlukan untuk pertumbuhan yang paling baik adalah suhu optimum, yang berbeda untuk tiap jenis tumbuhan. Tinggi rendah suhu menjadi salah satu faktor yang menentukan tumbuh kembang, reproduksi dan juga kelangsungan hidup dari tanaman. Suhu yang baik bagi tumbuhan adalah antara 22 derajat celcius sampai dengan 37 derajad selsius. Temperatur yang lebih atau kurang dari batas normal tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lambat atau berhenti
4)   Faktor Cahaya Matahari, sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat melakukan fotosintesis (khususnya tumbuhan hijau). Jika suatu tanaman kekurangan cahaya matahari, maka tanaman itu bisa tampak pucat dan warna tanaman itu kekuning-kuningan (etiolasi). Pada kecambah, justru sinar mentari dapat menghambat proses pertumbuhan.
B. Faktor Intern 
Faktor internal adalah segala pengaruh/faktor yang berasal dari tanaman itu sendiri yaitu meliputi gen dan hormon.
a. Gen 
           Gen merupakan dasar faktor internal yang paling tidak bisa ditawar karene  setiap mahluk hidup tentu saja memiliki gen yang berbeda satu sama lain. Gen merupakan unit pewarisan sifat bagi organisme hidup. Bentuk fisiknya adalah urutan DNA menyandi protein, polipeptida atau seuntaian DNA yang memiliki fungsi bagi organisme yang memilikinya.
 b. Hormon
        Hormon adalah pembawa pesan kimiawi antarsel atau antarkelompok sel. Semua organisme multiselular, termasuk tumbuhan memproduksi hormon, hormone berpengaruh besar pada pertumbuhan tumbuhan. Dalam pertumbuhan ini peran hormon ini sangatlah penting karena sangat mempengaruhi pertumbuhan suatu tumbuhan. Berikut adalah daftar hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Beberapa hormon yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu (Heddy, 1996):
1.   Auksin
Auksin merupakan senyawa asam asetat dengan gugusan indol dan derivat-derivatnya. Pertama kali auksin ditemukan pada ujung koleoptil kecambah Avena sativa. Pusat pembentukan auksin adalah ujung koleoptil (ujung tumbuhan). Fungsi auksin, yaitu, Merangsang perpanjangan sel, merangsang pembentukan bunga dan buah, Merangsang pemanjangan titik tumbuh. Mempengaruhi pembengkokan batang.Merangsang pembentukan akar lateral.Merangsang terjadinya proses diferensiasi.
2. Gibberellin                                          
Gibberellin merupakan hormon yang pertama kali ditemukan pada jamur Gibberella fujikuroii yang parasit pada tumbuhan padi. Ditemukan oleh Kuroshawa pada tahun 1926. Fungsi gibberellin, yaitu Merangsang pembelahan sel kambium.Merangsang pembungaan lebih awal sebelum waktunya dan Merangsang pembentukan buah tanpa biji.
3. Sitokinin
Sitokinin merupakan kumpulan senyawa yang fungsinya mirip satu sama lain. Fungsi sitokinin yaitu Merangsang proses pembelahan sel. Menunda pengguguran daun, bunga, dan buah. Mempengaruhi pertumbuhan tunas dan akar. Dan Meningkatkan daya resistensi terhadap pengaruh yang merugikan pada tumbuhan. seperti suhu rendah pada lingkungan, infeksi virus, pembunuh gulma, dan radia
4. Gas Etilen
Gas etilen merupakan hormone tumbuh yang dalam keadaan normal berbentuk gas. Fungsi gas etilen, yaitu:
a. Membantu memecahkan dormansi pada tanaman, misalnya pada ubi dan kentang.
b. Mendukung pematangan buah.
c. Mendukung terjadinya abscission (pelapukan) pada daun.
d. Mendukung proses pembungaan.
5. Asam Absisat (ABA)
Asam absisat merupakan hormon tumbuh yang hampir selalu menghambat pertumbuhan, baik dalam bentuk menurunkan kecepatan maupun menghentikan pembelahan dan pemanjangan sel bersama-sama. Fungsi asam absisat, yaitu:
a. Menghambat perkecambahan biji.
b. Mempengaruhi pembungaan tanaman.
c. Memperpanjang masa dormansi umbi-umbian.
d. Mempengaruhi pucuk tumbuhan untuk melakukan dormansi.
7. Asam Traumalin
Bila tumbuhan terluka, luka tersebut dapat diperbaiki kembali. Kemampuan itu disebut restitusi atau regenerasi. Peristiwa ini dapat terjadi karena adanya asam traumalin (asam traumalat)

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan dan Baharsjah, 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia, Jakarta.
Dwijoseputro, D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanaman. Gramedia, Jakarta
Faeth, Stanley H., 2010. Reduced Wind Speed Improves Plant Growth in a Desert City. National Science Foundation, Arizona.
                                                  
Heddy, S., 1996. Hormon Tumbuhan. P.T. Raja Grafindo, Jakarta.

Lakitan, Benyamin, 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Meutya, Dezi, 2011. Pertumbuhan Tanaman. http://dezimeutya.blogspot.com/, Diakses pada hari Minggu tanggal 14 Oktober 2012 pukul 21.00 WITA.

Puspitasari, Vina, 2011. Pertumbuhan dan Perkembanganhttp://vina-puspitasari blogspot.com/, Diakses pada hari Minggu tanggal 14 Oktober 2012 pukul 19.00 WITA.

Salisbury, F.R., dan C.W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Institut Teknologi Bandung, Bandung.


5/22/2013

Mitos Membunuh Hewan Saat Hamil Menyebabkan Bayi Lahir Mirip Hewan Yang Dibunuh


Pernah dengar tidak katanya ibu yang sedang  hamil ataupun suaminya itu tidak boleh membunuh binatang karena katanya nanti anaknya mirip binatang yang dibunuh. Di Indonesia yang masyarakatnya masih banyak yang percaya akan hal – hal yang berbau mitos dan tahayul sering menghubungkan kelainan atau cacat pada bayi yang baru lahir dengan mitos tersebut, jika ada bayi yang lahir menyerupai kodok dan kebetulan ayah si bayi adalah penjual kodok orang akan berpikir “pasti karena ayahnya bunuh kodok anaknya jadi kayak gitu”. Bayi lahir dengan kondisi cacat sangat umum terjadi, berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) 2007 Setiap tahun sekitar 10 juta ibu dan remaja puteri mengalami komplikasi kehamilan dan banyak dari peristiwa tersebut yang meninggalkan bayi cacat atau infeksi.
 Ada banyak faktor mengapa bayi lahir cacat. Salah satunya karena faktor genetik/keturunan. Ini mungkin terjadi apabila ayah, ibu, atau salah satu anggota keluarga telah memiliki cacat. Biasanya keadaan abnormal tersebut akan diturunkan pada generasi berikutnya. Faktor-faktor genetik ini bisa menurun secara dominan, bisa juga hanya sebagai resesif/pembawa faktor. Masalah tersebut bisa juga terjadi pada saat pembuahan berlangsung, sehingga menghasilkan kromosom  yang tidak normal pada si janin.
Jumlah kromosom yang tidak normal biasanya disebabkan karena kesalahan pada saat pembelahan meiosis, yakni terjadinya gagal berpisah (nondisjuction), yaitu anggota-anggota pasangan kromosom homolog  yang tidak berpisah  dengan benar saat meiosis I. kemungkinan lain, kromatid-kromatid saudara gagal memisah saat meiosis II. Pada kasus-kasus ini, satu gamet menerima dua kromosom dari tipe yang sama sedangkan gamet yang satu lagi tidak menerima salinan kromosom dari tipe tersebut.
Jika salah satu gamet yang cacat menyatu dengan gamet normal saat fertilisasi, zigot juga akan memiliki jumlah kromosom yang abnormal. Kondisis ini dikenal  sebagai aneuplodi. Fertilisasi yang melibatkan gamet  tanpa salinan kromosom tertentu akan menyebabkan zigot kekurangan satu kromosom. Mitosis setelahnya  akan meneruskan  anomali  tersebut kepada semua sel embrio. Sehingga akibatnya  dihasilkan individu yang abnormal.
Faktor lain yang cukup sering mengakibatkan kecacatan bayi muncul karena terjadi gangguan saat kehamilan. Gangguan itu mungkin muncul pada saat awal kehamilan, yaitu masa-masa penentu bagi pertumbuhan dan pembentukan tubuh janin. Misalnya saja, sang ibu terserang infeksi Rubella pada usia kehamilan trimester pertama sehingga ketika lahir, bayinya mengalami cacat pendengaran dan penglihatan. Bisa juga terjadi, gangguan baru muncul saat kehamilan memasuki usia trimester ketiga atau pada saat proses persalinan.
Terlepas dari hal tersebut mitos atau bukan yang pasti membunuh binatang bukanlah hal yang bijak untuk dilakukan kecuali jika binatang tersebut membahayakan dan mengganggu kenyamanan.

5/16/2013

Hormon Auksin


BAB I
PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang
      Perkembangan merupakan semua kejadian yang secara rinci mendukung dan berpartisipasi dalam pembentukan badan tumbuhan. Dalam perkembangan terjadi proses tumbuh dan deferensiasi. Tumbuh dapat didefinisikan sebagai pertambahan volume/ ukuran secara irreversible yang diikuti oleh pembelahan sel, pembentangan sel, sintesis protein, sintesis dinding sel, pembentukan sel dan lain- lain. Sementara diferensiasi merupakan modifikasi untuk memiliki fungsi khusus. Pertumbuhan pada tumbuhan tidak terbatas karena meristem pucuk yang selalu membelah dan menambah jumlah sel- sel. Sel- sel tersebut sebagian besar mengalami diferensiasi menjadi jaringan dewasa, sedangkan yang lain tetap bersifat embrional/ meristematik. Pertumbuhan menunjukkan suatu pertambahan dengan menghubungkan konsep- konsep yang menyangkut perubahan kualitas, seperti pengertian mencapai ukuran penuh (full size) atau kedewasaan (maturity) yang terkadang tidak relevan dengan pengertian proses pertumbuhan itu sendiri (Dwijoseputro, 1994).
Perkembangan dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan teratur dan berkembang menuju kondisi yang lebih kompleks, atau dapat dikatakan sebagai suatu seri perubahan pada organisme yang terjadi selama siklus hidupnya, meliputi pertumbuhan dan diferensiasi. Dengan demikian perkembangan dapat terjadi tanpa pertumbuhan dan pertumbuhan dapat terjadi tanpa adanya perkembangan, tetapi kedua proses tersebut sering bergabung dalam satu proses (Dwijoseputro, 1994).
Senyawa organik yang disintesis secara endogen dan sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan adalah hormon. Berdasarkan fungsi fisiologinya dikenal ada lima macam hormon pada tubuh tumbuhan. Dari kelima hormon ini dikelompokkan lagi menjadi dua, yaitu hormon yang bersifat memacu dan menghambat salah satunya adalah auksin. Auksin adalah zat hormon tumbuhan yang ditemukan pada ujung batang, akar, dan pembentukan bunga yang berfungsi untuk sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Auksin berperan penting dalam pertumbuhan tumbuhan (Heddy, 1996). Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.

I. 2 Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk melihat pengaruh hormon tumbuh (auksin) terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang kecambah kacang hijau Phaseolus radiatus

I. 3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilakukan pada hari Kamis 1 Oktober 2012 pukul 14.00 sampai 16.00 di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengamatan dilakukan pada hari Sabtu 3 Oktober 2012 di Laboratorium Botani.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan adalah pertambahan jumlah sel pada suatu organisme dan bersifat tidak dapat dikembalikan (irreversible). Proses ini umumnya diikuti dengan pertambahan bobot tubuh. Pertumbuhan akan di ikuti oleh proses perkembangan yang merupakan suatu proses yang saling berkaitan. Kedua hal ini terjadi melalui beberapa tahapan. Seperti halnya pada akar, yang merupakan bagian tumbuhan berbiji yang berada dalam tanah bewarana putih, dan seringkali berbentuk meruncing dan suka menembus dalam tanah. Akar memiliki bagin-bagian/ komponen-komponen penyusun akar, salah satunya adalah tudung akar yang berada dibagian ujung akar. Dibagian belakang tudung akar terdapat terdapat titik tumbuh yang berupa sel-sel meristem yang selalu membelah. Dibelakang titik tumbuh meristem terdapat kumpulan sel-sel besar yang memanjang atu disebut sebagi daerah perpanjangan. Perpanjangan bagian meristem ini sedikit banyak dapat dipengaruhi oleh adanya hormon tumbuh pada akar. (Diah Aryuliana, 1999).
Jika ujung suatu tanaman dipangkas, kemudian luka itu diberi pasta yang mengandung IAA dalam konsentrasi tinggi, maka akan terjadi pembelahan dan pengembangan sel-sel meristem yang luar biasa, yang mengakibatkan terjadinya tumor. Auksin juga mempercepat proses differensiasi di daerah meristem dan menggiatkan kambium membentuk sel-sel baru. Ujung-ujung lain spesies mempunyai zat yang fungsinya sama dengan auksin, yaitu auksin-b (C18H30O4). Auksin b ini tidak mempengaruhi pertumbuhan spesies lain. Selain itu, ada juga auksin a (C18H32O5) yang mempengaruhi avena. Auksin a ternyata serupa dengan auksin b, bedanya adalah auksin a mempunyai satu molekul air lebih banyak daripada auksin b ( Dwidjoseputro, 1994).
Istilah auksin berasal dari bahasa yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan. Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil oat kerah cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan istilah fototropisme. Senyawa ini banyak ditemukan Went didaerah koleoptil. Aktifitas auksin dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi yang tidak terkena cahaya matahari (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin yang ditemukan Went, kini diketahui sebagai Asam Indole Asetat (IAA) dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakannya dengan auksin. Namun tumbuhan mengandung 3 senyawa lain yang struktrurnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai auksin. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol asetat, asam fenilasetat (PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro, 1994). Hormon telah menjadi pusat pada penelitian fisiologi tumbuhan selama berabad-abad penelitian pada hotmon tumbuhan telah dipertimbangkan pada berbagai hal, namun pengaplikasian genetic dan teknik molecular menjadi kunci yang merevitalisasi ke hal tersebut (Teale, 2006). 
Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan bunga yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman. nama lain dari hormon ini adalah IAA atau asam indol asetat.letak dari hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar, fungsi dari hormon auksin ini dalah membantu dalam proses mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar manapun pertumbuhan batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel.mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin (Junaidi, 2008).
Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat karena jika auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat. Sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme. Untuk membedakan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau sedikit qita harus mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman sehingga kita lebih mudah untuk mengetahuinya. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang dan gelap diantaranya (Anonim, 2011).
Tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar matahari. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari (Lakitan, 2007).
Istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (Indo-leacetic Acid), PAA (Phenylacetic Acid) dan IBA (Indolebutric Acid). Auksin juga sudah diproduksi secara sintetic, seperti NAA (Napthalene Acetic Acid) 2,4 D dan MCPA (2-Methyl-4 Chlorophenoxyacetic Acid). Auksin adalah ZPT yang memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar. Auksin bersifat memacu perkembangan meristem akar adventif sehingga sering digunakan sebagai zat perangsang tumbuh akar pada stek tanaman. Auksin juga mempengaruhi perkembangan buah, dominasi apikal, fototropisme dan geotropisme. Kombinasi auksin dengan giberelin memacu perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh, sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang (Lakitan, 2007).
Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan tanaman diduga melalui dua cara , menginduksi sekresi ion H+ keluar sel melalui dinding sel. Pengasaman dinding sel menyebabkan K+ diambil dan pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel. Akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel membesar. mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme protein, mungkin melalui transkripsi molekul RNA. Auksin sintetik yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman tercantum di dalam tabel di bawah (Heddy, 1996).
Mekanisme kerja auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel-sel tanaman di atas dapat dijelaskan dengan hipotesis sebagai berikut, auksin menginisiasi pemanjangan sel dengan cara mempengaruhi pengendoran /pelenturan dinding sel. Seperti terlihat pada Gambar 3, auksin memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma (Darmawan dan Baharsjah, 1983).
Hal yang memacu terjadinya pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar, peranan auksin lainnya adalah kombinasi auksin dan giberelin sehingga memacu perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang. Selain itu auksin (IAA) sering dipakai pada budidaya tanaman antara lain : untuk menghasilkan buah tomat, mentimun dan terong tanpa biji; dipakai pada pengendalian pertumbuhan gulma berdaun lebar dari tumbuhan dikotil di perkebunan jagung dan memacu perkembangan meristem akar adventif dari stek pada tanaman  mawar dan pada berbagai bunga potong lainnya (Anonim, 2011).
Ahli fisiologi yang telah meneliti berbagai pengaruh auksin dalam proses pembentukan akar lazim, yang membantu mengimbangkan pertumbuhan sistem akar dan system tajuk. Terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa auksin dari batang sangat berpengaruh pada awal pertumbuhan akar. Bila daun muda dan kuncup, yang mengandung banyak auksin, dipangkas maka jumlah pembentukan akar sampling akan berkurang. Bila hilangnya organ tersebut diganti dengan auksin, maka kemampan membentuk akar sering terjadi kembali (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin juga memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies berkayu, misalnya tanaman apel (Pyrus malus), telah membentuk primordia akar liar terlebih dahulu pada batangnya yang tetap tersembunyi selama beberapa waktu lamanya, dan akan tumbuh apabila dipacu dengan auksin. Primordia ini sering terdapat di nodus atau bagian bawah cabang diantara nodus. Pada daerah tersebut, pada batang apel, masing-masing mengandung sampai 100 primordia akar. Bahkan, batang tanpa primordia sebelumnya kan mampu menghasilkan akar liar dari pembelahan lapisan floem bagian luar (Salisbury dan Ross, 1995).
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organic komplek alami yang disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen, mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Selain auksin dan sitokinin, gliberelin dan persenyawaan-persenyawaan lain juga ditambahkan dalam kasus-kasus tertentu (Darmawan dan Baharsjah, 1983).
 Semua jenis zat pengatur tumbuh yang sangat efektif mengatur pertumbuhan akar adalah golongan auksin. Sejak pertengahan tahun 1930-an dan selanjutnya, penelitian tentang aspek fisiologiss auksin telah banyak dilakukan. Banyak bukti menyatakan bahwa auksin sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan batang, formasi akar, menghambat terhadap pertumbuhan cabang lateral, absisi pada daun dan buah, serta mengaktifkan kerja lapisan cambium dan lainnya (Junaidi, 2008).
Asam indol-3 asetat (IAA) diidentifikasi tahun 1934 sebagai senyawa alami yang menunjukkan aktivitas auksin yang mendorong pembentukan akar adventif. IAA sintetik juga telah terbukti mendorong pertumbuhan akar adventif. Pada era yang sama juga ditemukan asam indol butirat (IBA) dan asam naptalen asetat (NAA) yang mempunyai efek sama dengan IAA. Dan sekarang sesungguhnya, hal itu ditunjukkan bahwa inisiasi sel untuk mmbentuk akar tergantung dari kandungan auksin (Junaidi, 2008).
Pembentukan inisiasi akar dalam batang terbukti tergantung pada tersedianya aiksin di dalam tanaman ditambah pemacu auksin (Rooting Co-factors) yang secara bersama-sama mengatur sintesis RNA untuk membentuk primordia akar selain itu keberadaan gula (glukosa) di dalam jaringan tumbuhan dapatmempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar dengan berinteraksi dengan sejumlah fitohormon, seperti giberelin, sitokinin, dan asam absisat. Sedangkan, kita tahu bahwa auksinmenentukan panjang akar, jumlah akar lateral, rambut akar, serta arah pertumbuhan akar.Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi glukosa dalam jaringan tidak hanya dapat mengontrol panjang akar, jumlah akar lateral dan rambut akar tetapi jugadapat mengatur arah pertumbuhan akar. Dikarenakan fungsi tersebut telah diketahui sebagai peranan auksin maka dilakukan penelitian pada transkripsi genom untuk mengetahui interaksiantara glukosa dan auksin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa glukosa menginduksi auksindi dalam tumbuhan. Glukosa dapat mempengaruhi sejumlah gen dan protein transport dalammengoptimalkan kerja auksin (Darmawan dan Baharsjah, 1983).
              DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011, Pengaruh Cahaya Terhadap Pertumbuhan Tanamanhttp://rumahhujau.wordpress.com/, Diakses pada hari Jum’at tanggal 2 Oktober 2012 pukul 21.00 WITA.

Aryuliana, Diah, 1999, Biologi, Erlangga, Jakarta.
Darmawan dan Baharsjah, 1983, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT Gramedia, Jakarta.
Dwijoseputro, D., 1994, Dasar-Dasar Ilmu Tanaman, Gramedia, Jakarta.
Heddy, S., 1996, Hormon Tumbuhan, PT Raja Grafindo, Jakarta.
                                        
Junaidi, Wawan, 2008, Pengaruh Auksin Terhadap Pemanjangan Jaringan, http://wawan-junaidi.blogspot.com/, Diakses pada hari Jum’at tanggal 2 Oktober 2012 pukul 19.00 WITA.

Lakitan, Benyamin, 2007, Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Salisbury, F.R., dan C.W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid III, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Teale, William D., 2006, Auxin in action: signalling, transport and the control of plant growth and development, International Journal of Experimental Botany, Freiburg, Germany.

Dormansi Karena Kulit Biji Yang Keras


BAB I
PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang
Dormansi adalah keadaan biji yang tidak berkecambah atau dengan kata lain tunas yang yang tidak dapat tumbuh (terhambatnya pertumbuhan) selama periode tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor intern dalam biji atau tunas tersebut. Suatu biji dikatakan dorman apabila biji tersebut tidak dapat berkecambah, setelah periode tertentu, meski faktor-faktor lingkungan yang dibutuhkan tersedia (Zuliasdin, 2011).
Banyak biji tumbuhan budidaya yang menunjukkan perilaku ini.Penanaman benih secara normal tidak menghasilkan perkecambahan atau hanya sedikit perkecambahan.Perilaku tertentu perlu dilakukan untuk mematahkan dormansi sehingga benih menjadi tanggap terhadap kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan.Bagian tumbuhan yang lainnya yang juga diketahui berperilaku dormansi adalah kuncup (Goldsworthy, 1992).
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya.Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut (Soerodikoesomo, 1994).
Dormansi ditunjukkan oleh suatu rentang besar organ tanaman dari berbagai morfologi.Misalnya pada tunas, dormansi dapat terjadi pada pucuk sebuah tanaman berkayu, sebuah umbi dari kentang, ataupun sebuah rhizome.Kemudian pada perkecambahan sebuah biji, kriteria utama berakhirnya masa dormansi adalah pertumbuhan radikal (Zuliasdin, 2011). Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya percobaan ini.
I. 2 Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk mematahkan dormansi karena kulit biji yang keras dengan perlakuan fisik dan kimia pada biji Jarak Ricinus communis, biji ki hujan Samanea saman, biji Nangka Artocarpus integra, flamboyan Delonix regia, dan biji salak Zalacca edulis.
I. 3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilakukan pada hari Kamis tanggal 11 Oktober 2012 pukul 14.00 sampai 16.00 WITA di Laboratorium Biologi Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.Pengamatan dilakukan sebanyak 4 kali selama 4 minggu, sejak hari Jum’at, 12 Oktober 2012 hingga Jum’at 2 November 2012 di Canopy.








BAB II
TIJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tingkat tinggi merupakan peristiwa yang kompleks. Jika dimulai dari proses perkecambahan, maka proses selanjutnya merupakan sederet perubahan morfologi dan fisiologi yang dinamakan pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan vegetatif menyusul perkecambahan yang merupakan proses pembentangan sel-sel penyusun embrio,adalah terjadinya diferensiasi sel meristem apikal, membentuk organ vegetatif danselanjutnya terjadi pertumbuhan reproduktif (Soerodikoesomo, 1994).
Gambar 1. Bagian-bagian Biji (Anonim, 2011).
Buah atau biji yang terbentuk biasanya mengalami periode dorman sebelum berkecambah untuk menyelesaikan hidupnya. Pada tumbuhan umur pendek, setelah terbentuk buah atau biji, bagian vegetatif akan mati. Pada tumbuhan tahunan, tidak mati tetapi untuk periode tertentu dapat lama atau sebentar akan mengalami periode dorman, sebelum melanjutkan pertumbuhan vegetatif lagi. Perkecualian sudah tentuada, misalnya tumbuhan bakau bijinya berkecambah sewaktu masih berada di dalam buah yang melekat pada induknya (Soerodikoesomo, 1994).
Ada kalanya lingkungan tumbuh tidak sesuai dengan pertumbuhan.Misaldi iklim sedang, ada musim dingin yang tidak memungkinkan tumbuhan tumbuhnormal.Di tropika sekalipun ada saat tidak baik untuk pertumbuhan, misalnya keadaan kering yang lama. Untuk itu tumbuhan akan memasuki masa dorman, yaitu meristem kuncup tetap mempunyai potensi untuk tumbuh, tetapi tidak melakukan pertumbuhan atau pertumbuhannya sangat lambat (Goldsworthy, 1992).
Dormansi dapat di jumpai pada berbagai organ lain misalnya rhizome, umbi, umbi lapis, dan biji. Penyebab terjadinya dormasi bermacam-macam, ada yang spontan, ada yang karena keadaan lingkungan, misalnya kekurangan air, temperatur rendah, hari pendek.Jika dianalisis, ternyata ada beberapa hormon yang ikut mempengaruhinya. Pada organ dorman, selain kadar kenaikan absisin juga terjadiperubahan lain, yaitu turunnya kadar air, transpor antar sel terhambat, organel tertentu mereduksi dan metabolisme lambat (Goldsworthy, 1992).
Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya.Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam.Upaya ini dapat berupa skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio (Zuliasdin, 2011).
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan beberapa faktor, yaitu (Salisbury dan Ross, 1995):
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
1)      Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
2)      Imnate dormancy (rest): dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
Mekanisme fisik, merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi(Goldsworthy, 1992):
1)         mekanis: embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
2)         fisik     : penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
3)         kimia   : bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
Mekanisme fisiologis, merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fidiologis pada biji yang biasanya berasala dari dalam biji itu sendiri.
Tipe ini terbagi menjadi (Salisbury dan Ross, 1995):
1)         photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
2)         immature embryo: disebabkan kondisi embrio yang tidak/belum matang
3)   thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu di lingkungan
c. Berdasarkan bentuk dormansi
·      Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
1)    Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
2)    Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
3)    Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
4)    Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
5)    Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
·      Embrio belum masak (immature embryo)
1)   Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
2)    Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuantemperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering Dormansi karena kebutuhan akanafterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit (Salisbury dan Ross, 1995).
C. Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi (Salisbury dan Ross, 1995).
            Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini  (Safitri, 2010):
a.    Jika kulit dikupas, embrio tumbuh
b.   Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
c.    Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
d.   Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
e.    Akar keluar pada musim semi, epicotyl keluar di musim semi berikutnya
Dormansi karena zat penghambat
            Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangakaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya
seluruh rangakaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh, namun lokasi penghambatnya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat dimana zat tersebut diisolir.Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah (Lakitan, 2007).
Teknik Pematahan Dormansi Biji
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Lakitan, 2007).
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam.Beberapa jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis, dan mekanis, maupun kimia Hartmann (1997) mengklasifikasikan dormansi atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk mematahkannya (Lakitan, 2007).
Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti (Safitri, 2010):
a. Perlakuan mekanis (skarifikasi)

Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan
pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik (Safitri, 2010).
Setiap benih ditangani secara manual, maka dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji.Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan (Schmidt, 2002).

b. Air Panas
Air panas mematahkan dormansi fisik padaleguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids.Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas.Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan.Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis tergantung pada jenis biji itu sendiri.Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih (Esmaeili, 2009).
c. Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah (Esmaeili, 2009).
Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu (Lakitan, 2007):
1). kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
2). larutan asam tidak mengenai embrio.
Perkecambahan Biji
Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula (akar embrionik) memanjang keluar menembus kulit biji (Salibury, 1985). Di balik gejala morfologi dengan permunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis.Secara fisiologi, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan penting meliputi (Lakitan, 2007):
1)      Absorbsi air
2)      Metabolisme pemecahan materi cadangan makanan
3)      Transport materi hasil permecahan dari endosperm ke embbrio yang aktif.
4)      Proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru
5)      Respirasi                                                
6)      Pertumbuhan
Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik yang internal dan eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji ditentukan keseimbangan antara promotor dan inhibitor perkecambahan, terutam asam giberelin (GA) dan asam abskisat (ABA) (Esmaeili, 2009). Faktor eksternal yang merupkan ekologi perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya dan adanya senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku sebagai inhibitor perkecambahan (Mayer, 1975).
Gambar dibawah ini menunjukkan interaksi antar beberapa hormon dalam dormansi pada biji dan pengontrolan perkecambahan.Perkecambahan pada biji ada 2 tahap yaitu pemecahan testa dan pemecahan endosperm. Pada gambar A tampak bahwa pemberian cahaya dan GA dapat meyebabkan testa pecah. Hormon GA, etilen brassinosteroids (BR) membantu pemecahan endosperm dan menetralkan efek ABA yang bersifat mencegah terjadinya perkecambahan, dimana hormon ABA menghalangi pemecahan endosperm. Pada gambar B, tampak bahwa pecahnya testa menyebabkan pemanjangan calon akar (radicle).Pada peristiwa ini, ABA tidak menghambat pemecahan testa, tetapi menghalangi pertumbuhan calon akar berikutnya (Esmaeili, 2009).
Mekanisme utama yang dapat menyebabkan suatu biji dormansi atau terjadinya dormansi yang berkepanjangan dan penyebab terhambatnya perkecambahan adalah (Esmaeili, 2009):
Faktor lingkungan
1.   Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan.
2.   Suhu.
3.   Kurangnya air.
Faktor internal
1.   Kulit biji – mencegah masuknya gas.
2.   Kulit biji – efek mekanik.
3.   Embrio yang masih muda ( immature).
4.   Rendahnya kadar etilen.
5.   Adanya zat penghambat (inhibitor).
6.   Tidak adanya zat perangsang tumbuh.
Faktor waktu
1.   Setelah Pematangan – waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah
2.   Hilangnya inhibitor – waktu yang diperlukan sampai inhibitor hilang.
3.   Sintesis zat perangsang.
Selain beberapa faktor yang telah disebutkan banyak biji yang memerlukan pendinginan agar lepas dari dormansi yang diatur segera setelah masak. Banyak pohon  memerlukan antara 250-1000 jam pendinginan sebelum dormansi dapat dihilangkan. Perlakuan pendinginan juga bukan merupakan satu-satunya yang dapat menghilangkan dormansi.Banyak spesies “hari panjang” memerluakan suhu hangat untuk mengembalikan pertumbuhannya.Kejutan dengan suhu tinggi, dapat pula menghilangkan dormansi secara lebih dini (Safitri, 2010).
Proses dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa proses diantaranya proses pendinginan, pemanasan, kejutan atau goresan pada biji (proses fisika), zat pengatur tumbuh, asam dan basa (secara kimiawi) ataupun dengan cara biologi dengan menggunakan bantuan mikroba (Safitri, 2010).
BAB III

METODE PERCOBAAN


III. 1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelas aqua, bunsen, kaki tiga, pipet tetes, dan mistar.
III. 2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah biji jarak Ricinus communis15 biji,  larutan H2SO4 pekat, amplas dan air biasa.
III. 3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari percobaan ini yaitu :
1.      Memasukkan 15 biji nangka kedalam 4 kantongan dan masing-masing kantongan berisi 4 biji nangka
2.      Mengisi Polybac dan gelas aqua dengan tanah
3.      Memberikan perlakuan pada masing-masing biji perlakuan sesuai dengan tempatnya
4.      Mengoles (kikir) 4 biji pertama dikikir dengan amplas hingga bersih atau mulus, kemudian merendamnya dalam air bersih selama 2 menit.
5.      Merendam 4 biji kedua dalan air panas dengan suhu 80-90o sampai 5 menit, kemudian merendamnya kemabli dalam air bersih selama 2 menit.
6.      Merendam 4 biji ketiga dalam hangat dengan suhu 30-40o sampai 5 menit, kemudian merendamnya kembali dalam air bersih selama 2 menit.
7.      Merendam 4 biji keempat dalan larutan H2SO4 sampai 5 menit, kemudian merendamnya lagi  dalam air bersih selama 2 menit.
8.      Menanam semua biji yang telah diberikan perlakuan di dalam polybac dan gelas aqua yang telah diisi tanah.
9.      Mengamati biji yang telah ditanam  selama 4 minggu

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011, Proses Perkecambahan, http://www.scribd.com, Diakses Pada Rabu tangal 10 Oktober pukul 22.00 WITA.

Esmaeili, Mohammad, 2009, Ecology of seed dormancy and germination of Carex divisa Huds.: Effects of stratification, temperature and salinity, International Journal of Plant Production, New York.

Goldsworthy, Peter, 1992, Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Lakitan, Benyamin, 2007, Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Mayer, Lynn, 1975, Biology, Harper & Raws Publishers, New York.

Safitri, Merina, 2009, Dormansi, http://merinasafitri-knowledge.Blogspot.com, Diakses Rabu tanggal 10 Oktober 2012 pukul 20.00 WITA.

Salisbury, F.R., dan C.W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid III, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Schmidt, A., 2002, An Introduction to Crop Physiology Second Edition, Cambridge University Press, Cambridge.

Soerodikoesomo, Wibisono, 1994, Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan, Depdikbud, Jakarta.

Zuliasdin, Rizkan, 2011, Pematahan Dormansi, http://mbozocity.blogspot.com, Diakses Rabu tanggal 10 Oktober 2012 pukul 22.00 WITA.