BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Dormansi adalah keadaan biji yang tidak berkecambah
atau dengan kata lain tunas yang yang tidak dapat tumbuh (terhambatnya
pertumbuhan) selama periode tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor intern
dalam biji atau tunas tersebut. Suatu biji dikatakan dorman apabila biji
tersebut tidak dapat berkecambah, setelah periode tertentu, meski faktor-faktor
lingkungan yang dibutuhkan tersedia (Zuliasdin, 2011).
Banyak
biji tumbuhan budidaya yang menunjukkan perilaku ini.Penanaman benih secara
normal tidak menghasilkan perkecambahan atau hanya sedikit
perkecambahan.Perilaku tertentu perlu dilakukan untuk mematahkan dormansi
sehingga benih menjadi tanggap terhadap kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan.Bagian
tumbuhan yang lainnya yang juga diketahui berperilaku dormansi adalah kuncup (Goldsworthy,
1992).
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara
fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih
tersebut terlepas dari tanaman induknya.Dormansi pada benih dapat disebabkan
oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau
bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut (Soerodikoesomo,
1994).
Dormansi ditunjukkan
oleh suatu rentang besar organ tanaman dari berbagai morfologi.Misalnya pada
tunas, dormansi dapat terjadi pada pucuk sebuah tanaman berkayu, sebuah umbi
dari kentang, ataupun sebuah rhizome.Kemudian pada perkecambahan sebuah biji,
kriteria utama berakhirnya masa dormansi adalah pertumbuhan radikal (Zuliasdin,
2011). Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya percobaan ini.
I. 2 Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk
mematahkan dormansi karena kulit biji yang keras dengan perlakuan fisik dan
kimia pada biji Jarak Ricinus communis, biji
ki hujan Samanea saman, biji Nangka Artocarpus integra, flamboyan Delonix regia, dan biji salak Zalacca edulis.
I. 3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilakukan pada hari Kamis tanggal 11
Oktober 2012 pukul 14.00 sampai 16.00 WITA di Laboratorium Biologi Dasar,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.Pengamatan
dilakukan sebanyak 4 kali selama 4 minggu, sejak hari Jum’at, 12 Oktober 2012
hingga Jum’at 2 November 2012 di Canopy.
BAB
II
TIJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tingkat tinggi
merupakan peristiwa yang kompleks. Jika dimulai dari proses perkecambahan, maka
proses selanjutnya merupakan sederet perubahan morfologi dan fisiologi yang
dinamakan pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan vegetatif menyusul
perkecambahan yang merupakan proses pembentangan sel-sel penyusun embrio,adalah
terjadinya diferensiasi sel meristem apikal, membentuk organ vegetatif
danselanjutnya terjadi pertumbuhan reproduktif (Soerodikoesomo, 1994).
Gambar 1. Bagian-bagian Biji (Anonim, 2011).
Buah atau biji yang terbentuk biasanya mengalami
periode dorman sebelum berkecambah untuk menyelesaikan hidupnya. Pada tumbuhan
umur pendek, setelah terbentuk buah atau biji, bagian vegetatif akan mati. Pada
tumbuhan tahunan, tidak mati tetapi untuk periode tertentu dapat lama atau
sebentar akan mengalami periode dorman, sebelum melanjutkan pertumbuhan
vegetatif lagi. Perkecualian sudah tentuada, misalnya tumbuhan bakau bijinya
berkecambah sewaktu masih berada di dalam buah yang melekat pada induknya
(Soerodikoesomo, 1994).
Ada kalanya lingkungan tumbuh tidak sesuai dengan
pertumbuhan.Misaldi iklim sedang, ada musim dingin yang tidak memungkinkan
tumbuhan tumbuhnormal.Di tropika sekalipun ada saat tidak baik untuk
pertumbuhan, misalnya keadaan kering yang lama. Untuk itu tumbuhan akan
memasuki masa dorman, yaitu meristem kuncup tetap mempunyai potensi untuk
tumbuh, tetapi tidak melakukan pertumbuhan atau pertumbuhannya sangat lambat
(Goldsworthy, 1992).
Dormansi dapat di jumpai pada berbagai organ lain
misalnya rhizome, umbi, umbi lapis, dan biji. Penyebab terjadinya dormasi
bermacam-macam, ada yang spontan, ada yang karena keadaan lingkungan, misalnya
kekurangan air, temperatur rendah, hari pendek.Jika dianalisis, ternyata ada
beberapa hormon yang ikut mempengaruhinya. Pada organ dorman, selain kadar
kenaikan absisin juga terjadiperubahan lain, yaitu turunnya kadar air, transpor
antar sel terhambat, organel tertentu mereduksi dan metabolisme lambat (Goldsworthy,
1992).
Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio.
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik
dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai
proses perkecambahannya.Skarifikasi merupakan salah satu upaya
pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan
dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam.Upaya ini dapat berupa skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk
mengatasi dormansi embrio (Zuliasdin, 2011).
Dormansi diklasifikasikan menjadi
bermacam-macam kategori berdasarkan beberapa faktor, yaitu (Salisbury dan Ross,
1995):
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
1) Imposed
dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan
lingkungan yang tidak menguntungkan
2)
Imnate dormancy (rest): dormansi yang
disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
Mekanisme
fisik, merupakan
dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri;
terbagi menjadi(Goldsworthy, 1992):
1)
mekanis: embrio tidak berkembang karena dibatasi
secara fisik
2)
fisik :
penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
3)
kimia : bagian
biji/buah mengandung zat kimia penghambat
Mekanisme fisiologis, merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya
hambatan dalam proses fidiologis pada biji yang biasanya berasala dari dalam
biji itu sendiri.
Tipe ini terbagi
menjadi (Salisbury dan Ross, 1995):
1)
photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat
oleh keberadaan cahaya
3)
thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat
oleh suhu di lingkungan
c.
Berdasarkan bentuk dormansi
·
Kulit biji impermeabel
terhadap air/O2
1)
Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit
biji, nucellus, pericarp, endocarp
2)
Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi
bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
3)
Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh
genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan
dengan skarifikasi mekanik.
4)
Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji:
mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya
diatur oleh hilum.
5)
Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme
dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit
biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian
larutan kuat.
·
Embrio belum masak (immature embryo)
1)
Embrio secara
morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan
ukuran yang sempurna.
2)
Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari
tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum
gnemon (melinjo)
Dormansi karena immature embryo ini
dapat dipatahkan dengan perlakuantemperatur rendah dan zat kimia. Biji
membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering
Dormansi karena kebutuhan akanafterripening ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit (Salisbury dan Ross, 1995).
C. Biji
membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah
temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi
dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan
baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Biji yang telah
masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh
yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Dormansi
karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan
pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi (Salisbury dan
Ross, 1995).
Ciri-ciri
biji yang mempunyai dormansi ini (Safitri, 2010):
a.
Jika kulit dikupas, embrio tumbuh
b.
Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan
dengan suhu rendah
c.
Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses
perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
d.
Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah,
namun semai tumbuh kerdil
e.
Akar keluar pada musim semi, epicotyl keluar di musim
semi berikutnya
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi
dari serangakaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus
berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses
akan berakibat pada terhambatnya
seluruh
rangakaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah
berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh, namun lokasi
penghambatnya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat
dimana zat tersebut diisolir.Zat penghambat dapat berada dalam embrio,
endosperm, kulit biji maupun daging buah (Lakitan, 2007).
Teknik Pematahan Dormansi Biji
Biji yang telah masak dan siap untuk
berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk
dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Lakitan, 2007).
Skarifikasi merupakan salah satu
upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk
mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang
seragam.Beberapa
jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening
period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang
lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman Upaya ini dapat berupa pemberian
perlakuan secara fisis, dan mekanis, maupun kimia Hartmann (1997)
mengklasifikasikan dormansi atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan
untuk mematahkannya (Lakitan, 2007).
Teknik skarifikasi pada berbagai
jenis benih harus disesuaikan dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik
untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti (Safitri, 2010):
a. Perlakuan
mekanis (skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada
kulit biji, dilakukan dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran
atau pembakaran, dengan bantuan
pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah
cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik (Safitri, 2010).
Setiap benih ditangani secara
manual, maka dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan
biji.Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang
kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).
Seluruh permukaan kulit biji dapat
dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari
kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh
permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap
air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi
daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada
daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan
mempengaruhi perkecambahan (Schmidt, 2002).
b. Air Panas
Air panas mematahkan dormansi fisik
padaleguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan
macrosclereids.Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air
panas.Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio
karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio
sehingga dapat menyebabkan kerusakan.Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit
tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis tergantung pada jenis
biji itu sendiri.Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif
tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih (Esmaeili,
2009).
c. Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan
kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya
adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu
proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat
membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah (Esmaeili,
2009).
Larutan asam untuk perlakuan ini
adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji
dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume. Tetapi metode ini tidak
sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan
merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu
(Lakitan, 2007):
1). kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk
memungkinkan imbibisi
2). larutan asam tidak mengenai embrio.
Perkecambahan Biji
Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula (akar
embrionik) memanjang keluar menembus kulit biji (Salibury, 1985). Di balik
gejala morfologi dengan permunculan radikula tersebut, terjadi proses
fisiologi-biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan
fisiologis.Secara fisiologi, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa
tahapan penting meliputi (Lakitan, 2007):
1) Absorbsi air
2) Metabolisme pemecahan materi
cadangan makanan
3) Transport materi hasil permecahan
dari endosperm ke embbrio yang aktif.
4) Proses-proses pembentukan kembali
materi-materi baru
5)
Respirasi
6) Pertumbuhan
Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji,
baik yang internal dan eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji
ditentukan keseimbangan antara promotor dan inhibitor perkecambahan, terutam
asam giberelin (GA) dan asam abskisat (ABA) (Esmaeili, 2009). Faktor eksternal yang merupkan
ekologi perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya dan adanya
senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku sebagai inhibitor perkecambahan
(Mayer, 1975).
Gambar dibawah ini menunjukkan interaksi antar beberapa
hormon dalam dormansi pada biji dan pengontrolan perkecambahan.Perkecambahan
pada biji ada 2 tahap yaitu pemecahan testa dan pemecahan endosperm. Pada
gambar A tampak bahwa pemberian cahaya dan GA dapat meyebabkan testa pecah.
Hormon GA, etilen brassinosteroids (BR) membantu pemecahan endosperm dan
menetralkan efek ABA yang bersifat mencegah terjadinya perkecambahan, dimana
hormon ABA menghalangi pemecahan endosperm. Pada gambar B, tampak bahwa
pecahnya testa menyebabkan pemanjangan calon akar (radicle).Pada peristiwa ini,
ABA tidak menghambat pemecahan testa, tetapi menghalangi pertumbuhan calon akar
berikutnya (Esmaeili,
2009).
Mekanisme utama yang dapat menyebabkan
suatu biji dormansi atau terjadinya dormansi yang berkepanjangan dan penyebab
terhambatnya perkecambahan adalah (Esmaeili, 2009):
Faktor lingkungan
1. Kebutuhan akan cahaya untuk
perkecambahan.
2. Suhu.
3. Kurangnya air.
Faktor internal
1. Kulit biji – mencegah masuknya gas.
2. Kulit biji – efek mekanik.
3. Embrio yang
masih muda ( immature).
4. Rendahnya kadar etilen.
5. Adanya zat penghambat (inhibitor).
6. Tidak
adanya zat perangsang tumbuh.
Faktor waktu
1. Setelah
Pematangan – waktu yang dibutuhkan untuk berkecambah
2. Hilangnya inhibitor – waktu yang
diperlukan sampai inhibitor hilang.
3. Sintesis zat perangsang.
Selain beberapa faktor yang telah disebutkan banyak biji
yang memerlukan pendinginan agar lepas dari dormansi yang diatur segera setelah
masak. Banyak pohon memerlukan antara
250-1000 jam pendinginan sebelum dormansi dapat dihilangkan. Perlakuan
pendinginan juga bukan merupakan satu-satunya yang dapat menghilangkan
dormansi.Banyak spesies “hari panjang” memerluakan suhu hangat untuk
mengembalikan pertumbuhannya.Kejutan dengan suhu tinggi, dapat pula
menghilangkan dormansi secara lebih dini (Safitri, 2010).
Proses dormansi dapat dipatahkan dengan beberapa proses
diantaranya proses pendinginan, pemanasan, kejutan atau goresan pada biji
(proses fisika), zat pengatur tumbuh, asam dan basa (secara kimiawi) ataupun
dengan cara biologi dengan menggunakan bantuan mikroba (Safitri, 2010).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III. 1
Alat
Alat yang digunakan
dalam percobaan ini adalah gelas aqua, bunsen, kaki tiga, pipet tetes, dan
mistar.
III. 2
Bahan
Bahan yang digunakan
dalam percobaan ini adalah biji jarak Ricinus
communis15 biji, larutan H2SO4
pekat, amplas dan air biasa.
III. 3
Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari
percobaan ini yaitu :
1.
Memasukkan
15 biji nangka kedalam 4 kantongan dan masing-masing kantongan berisi 4 biji
nangka
2.
Mengisi
Polybac dan gelas aqua dengan tanah
3.
Memberikan
perlakuan pada masing-masing biji perlakuan sesuai dengan tempatnya
4.
Mengoles
(kikir) 4 biji pertama dikikir dengan amplas hingga bersih atau mulus, kemudian
merendamnya dalam air bersih selama 2 menit.
5.
Merendam 4
biji kedua dalan air panas dengan suhu 80-90o sampai 5 menit,
kemudian merendamnya kemabli dalam air bersih selama 2 menit.
6.
Merendam 4
biji ketiga dalam hangat dengan suhu 30-40o sampai 5 menit, kemudian
merendamnya kembali dalam air bersih selama 2 menit.
7.
Merendam 4
biji keempat dalan larutan H2SO4 sampai 5 menit, kemudian
merendamnya lagi dalam air bersih selama
2 menit.
8.
Menanam semua
biji yang telah diberikan perlakuan di dalam polybac dan gelas aqua yang telah
diisi tanah.
9.
Mengamati
biji yang telah ditanam selama 4 minggu
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2011, Proses Perkecambahan, http://www.scribd.com, Diakses Pada
Rabu tangal 10 Oktober pukul 22.00 WITA.
Esmaeili,
Mohammad, 2009, Ecology of seed dormancy
and germination of Carex divisa Huds.:
Effects of stratification, temperature and salinity, International Journal of Plant Production, New York.
Goldsworthy, Peter, 1992, Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Lakitan, Benyamin, 2007, Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Mayer, Lynn, 1975, Biology, Harper
& Raws Publishers, New York.
Safitri, Merina, 2009, Dormansi,
http://merinasafitri-knowledge.Blogspot.com, Diakses Rabu
tanggal 10 Oktober 2012 pukul 20.00 WITA.
Salisbury,
F.R., dan C.W. Ross, 1995, Fisiologi Tumbuhan
Jilid III, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Schmidt, A.,
2002, An Introduction to Crop Physiology
Second Edition, Cambridge
University Press, Cambridge.
Soerodikoesomo,
Wibisono, 1994, Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan, Depdikbud, Jakarta.
Zuliasdin, Rizkan, 2011, Pematahan Dormansi, http://mbozocity.blogspot.com, Diakses Rabu
tanggal 10 Oktober 2012 pukul 22.00 WITA.
0 komentar:
Posting Komentar