BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk dapat menentukan indeks
keanekaragaman suatu komunitas, sangat diperlukan pengetahuan / keterampilan
dalam melakukan identifikasi hewan. Pada dasarnya, jumlah hewan yang berada di
daerah tropis jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan daerah temperate dan
daerah yang beriklim dingin.
Bagi seseorang yang sudah terbiasa pun, melakukan identifikasi hewan sering membutuhkan waktu yng lama, apalagi bagi yang belum terbiasa. Karena itu untuk kajian dalam komunitas dan indeks keanekaragaman, sering didasarkan pada kelompok hewan, misalnya familia, ordo atau kelas dan hal ini pun dibutuhkan cukup keterampilan dan pengalaman. Mengingat keragaman spesies dan jumlah hewan yang berada di daerah tropis jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan daerah temperate dan daerah beriklim dingin (Umar, 2012).
Bagi seseorang yang sudah terbiasa pun, melakukan identifikasi hewan sering membutuhkan waktu yng lama, apalagi bagi yang belum terbiasa. Karena itu untuk kajian dalam komunitas dan indeks keanekaragaman, sering didasarkan pada kelompok hewan, misalnya familia, ordo atau kelas dan hal ini pun dibutuhkan cukup keterampilan dan pengalaman. Mengingat keragaman spesies dan jumlah hewan yang berada di daerah tropis jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan daerah temperate dan daerah beriklim dingin (Umar, 2012).
Keanekaragaman hayati atau
biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan,
yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya,
yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem
dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya (Umar,
2012).
Hal inilah yang menjadi latar belakang sehingga kami
melakukan percobaan mengenai indeks keragaman serangga di padang rumput.
I.3 Tujuan Percobaan
Tujuan
dari percobaan ini antara lain :
a. Menentukan indeks
keanekaragaman serangga yang terdapat di padang rumput dengan menggunakan
indeks Kennedy.
b. Melatih keterampilan mahasiswa dalam
menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan rumus-rumus sederhana dan cepat
dalam memprediksi keadaan suatu komunitas
I.4 Waktu dan Tempat
Pengambilan sampel pada percobaan di dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 Maret 2012
pukul 06.00 – 08.30 WITA bertempat di Danau UNHAS dan percobaan dilakukan pada
pukul 10.30-15.00 WITA bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem adalah suatu
sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan
secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi.komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah komponen hidup
(biotik) dan komponen tak hidup (abiotik)Kedua komponen tersebut berada pada
suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Misalnya,
pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan, tumbuhan air,
plankton yang terapung di air sebagai komponen biotik, sedangkan yang termasuk
komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut
dalam air (Oman, 2008).
Satuan makhluk hidup
dalam ekosistem dapat berupa individu, populasi, atau komunitas. Individu adalah
makhluk tunggal. Contohnya seekor kelinci,seekor serigala, atau individu yang
lainnya. Sejumlah individu sejenis (satu species) pada tempat tertentu akan
membentuk Populasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk menentukan indeks
keanekaragaman suatu komunitas sangat diperlukan pengetahuan/keterampilan yang
sangat penting dalam mengidentifikasi hewan. Pada saat tertentu setiap populasi
memiliki batas geografi dan juga ukuran populasi atau jumlah individu yang yang
dicukupnya Contoh dipadang rumput hidup sekelompok kelinci dan
sekelompok srigala. Jumlah anggota populasi dapat mengalami perubahan karena
kelahiran, kematian, dan migrasi ( emigrasi dan imigrasi) (Oman, 2008).
Komunitas dengan
seluruh faktor abiotiknya membentuk suatu ekosistem.
Suatu komunitas di suatu daerah yang mencakup daerah luas disebut bioma. Contoh: bioma padang rumput, bioma gurun, dan bioma hutan tropis.
Semua bagian bumi dan atmosfer yang dapat dihuni makhluk hidup disebut biosfer. Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan. Antara faktor biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang merupakan salah satu penyebab perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan manusia (Oman, 2008).
Suatu komunitas di suatu daerah yang mencakup daerah luas disebut bioma. Contoh: bioma padang rumput, bioma gurun, dan bioma hutan tropis.
Semua bagian bumi dan atmosfer yang dapat dihuni makhluk hidup disebut biosfer. Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan. Antara faktor biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang merupakan salah satu penyebab perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan manusia (Oman, 2008).
Untuk beberapa tujuan yang praktis, ada suatu cara penentuan
untuk menduga indeks keanekaragaman suatu habitat/komunitas, tanpa harus
mengetahui nama masing-masing jenis hewan dan kelompok hewan. Kemampuan yang
diperlukan hanya menyatakan, apakah kedua jenis hewan sama atau tidak/berbeda
pada pola urutan pengambilan sampel yang dilakukan secara acak pada saat
pengamatan di laboratorium atau di lapangan secara langsung, Metode itu
dikemukakan oleh Kennedy (1977) (Umar, 2012).
Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk
menentukan indeks keanekaragaman suatu komunitas sangat diperlukan
pengetahuan/keterampilan dalam mengidentifikasi hewan. Pada dasarnya, jumlah
hewan yang berada di daerah beriklim tropis jauh lebih banyak dibandingkan
dengan daerah temperatatur dan daerah beriklim dingin. Bagi seseorang yang
sudah terbiasa pun, melakukan identifikasi hewan sering membutuhkan waktu yang
lama, apalagi bagi yang belum terbiasa. Karena itu untuk kajian dalam komunitas
dan indeks keanekaragaman, sering didasarkan pada kelompok hewan, misalnya
familia, ordo, spesies atau kaelas dan hal ini pun dibutuhkan keterampilan dan
pengalaman (Umar, 2009).
Sebuah populasi merupakan sebuah
antitas yang lebih abstrak dibandingkan dengan suatu organisme atau suatu sel
namun populasi memiliki suatu kumpulan karakteristik yang hanya berlaku bagi
tingkat organisme biologi tersebut. Kita dapat membayangkan sebuah populasi
sebagai individu-individu yang terdiri dari spesies tunggal yang secara
bersama-sama menempati suatu luas wilayah yang sama. Pada saat tertentu setiap
populasi memiliki batas geografi dan juga ukuran populasi atau jumlah individu
yang yang dicukupnya. Dan batas suatu populasi merupakan batas alamiah dan juga
karakteristik putus setiap populasi adalah kepadatannya dan penyebarannya (Oka. 1995).
.Faktor-faktor yang mengatur kepadatan suatu populasi dapat dibagi 2
golongan yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara
lain persaingan antar individu dalam satu populasi atau dengan spesies lain,
perubahan lingkungan kimia akibat adanya sekresi atau metabolisme, kekurangan
makanan, serangan predator/ parasit/ penyakit, emigrasi, faktor iklim kisalnya
cuaca, suhu, dan kelembaban. Sedangkan faktor internal perubahan genetik dari
populasi (Oka. 1995).
Serangga
adalah salah satu anggota kerajaan binatang yang mempunyai jumlah anggota yang
terbesar. Hampir lebih dari 72 % anggota binatang termasuk kedalam golongan
serangga. Serangga telah hidup di bumi kira-kira 350 juta tahun, dibandingkan
dengan manusia yang kurang dari dua juta tahun. Selama kurun ini mereka telah
mengalami perubahan evolusi dalam beberapa hal dan menyesuaikan kehidupan pada
hampir setiap tipe habitat. Serangga dapat berperan sebagai pemakan tumbuhan
(serangga jenis ini yang terbanyak anggotanya). Sebagai parasitoid (hidup
secara parasit pada serangga lain), sebagai predator (pemangsa), sebagai
pemakan bangkai, sebagai penyerbuk (misalnya tawon dan lebah) dan sebagai
penular (vektor) bibit penyakit tertentu (Putra. 1994).
Serangga dapat dijumpai di semua
daerah di atas permukaan bumi. Di darat, laut, dan udara dapat dijumpai
serangga. Mereka hidup sebagai pemakan tumbuhan, serangga atau binatang lain,
bahkan mengisap darah manusia dan mamalia. Serangga hidup sebagai suatu
keluarga besar di dalam sebuah kehidupan sosial yang rumit, seperti yang
dilakukan oleh lebah, semut dan rayap yang hidup di dalam sebuah koloni (Putra.
1994).
Manfaat serangga antara
lain sebagai penyerbuk (pollinator) andal untuk semua jenis tanaman. Di bidang
pertanian serangga berperan membantu meningkatkan produksi buah-buahan dan
biji-bijian. Produksi buah-buahan dan biji-bijian meningkat sebesar 40 % berkat
bantuan serangga dengan kualitas yang sangat bagus. Di Eropa dan Australia
berkembang jasa penyewaan koloni serangga untuk penyerbukan yang melepas
kawanan lebah menjelang tanaman berbuah. Serangga juga berperan sebagai
organisme perombak (dekomposer) yang mendegradasi kayu yang tumbang, ranting,
daun yang jatuh, hewan yang mati dan sisa kotoran hewan (Rahmad, 2010).
Jenis-jenis seperti
rayap, semut, kumbang, kecoa hutan dan lalat akan merombak bahan organik
menjadi bahan anorganik yang berfungsi untuk regenerasi dan penyubur tanaman.
Serangga juga berperan sebagai pengendali fitofagus (serangga hama bagi
tanaman), sehingga tercipta keseimbangan alam yang permanen di dalam ekosistem
hutan. Jika proses dalam rantai makanan itu terjaga maka dinamika ekosistem
hutanpun akan stabil.
Dari segi pengelolaan hutan, peranan serangga perlu diarahkan kepada pendugaan seberapa jauh serangga tertentu atau dalam hubungan simbiose yang seperti apakah sehingga serangga mempunyai peran sebagai spesies indikator, untuk memprediksi tingkat kepunahan spesies lain atau perubahan mikro lingkungan, habitat maupun ekosistem tertentu (Rahmad, 2010).
Dari segi pengelolaan hutan, peranan serangga perlu diarahkan kepada pendugaan seberapa jauh serangga tertentu atau dalam hubungan simbiose yang seperti apakah sehingga serangga mempunyai peran sebagai spesies indikator, untuk memprediksi tingkat kepunahan spesies lain atau perubahan mikro lingkungan, habitat maupun ekosistem tertentu (Rahmad, 2010).
Penggunaan bioindikator
akhir-akhir ini dirasakan semakin penting dengan tujuan utama untuk
menggambarkan adanya keterkaitan antara faktor biotik dan abiotik lingkungan.
Bioindikator (Indikator biologi) adalah jenis atau populasi tumbuhan,
hewan dan mikroorganisme yang kehadiran, vitalitas dan responnya akan berubah
karena pengaruh kondisi lingkungan. Setiap jenis akan memberikan respon
terhadap perubahan lingkungan tergantung dari stimulasi (rangsangan) yang
diterimanya. Respon yang diberikan mengindikasikan perubahan dan tingkat
pencemaran yang terjadi di lingkungan tersebut dimana respon yang diberikan
dapat bersifat sangat sensitif, sensitif atau resisten (Rahmad, 2010).
BAB
III
MOTEDE
PERCOBAAN
III.
1 Alat
Alat
yang digunakan dalam percobaan ini adalah sweeping net, botol sampel, pulpen,
kertas, dan pinset.
III.
2 Bahan
Bahan
yang digunakan dalam percobaan ini adalah eter dan serangga yang akan diamati
III.
3 Cara Kerja
1. Di
Lapangan
1)
Dipilih lokasi padang rumput yang ada di
sekitar kampus, kemudian dilakukan penangkapan serangga dengan menggunakan
jarring serangga
2) Sweeping
net diayunkan ke kanan dan ke kiri di permukaan padang rumput, setiap melangkah
1 kali ayunan, dilakukan 10 kali ayunan.
3) Jarring
sweeping net digulung agar serangga yang telah tertangkap tidak lepas, kemudian
serangga yang telah tertangkap dimasukkan ke dalam botol yang berisi eter.
Dibiarkan sebentar hingga serangga mati.
2. Di
Laboratorium
1) Serangga
yang telah ditangkap dikeluarkan dari dalam botol
2) Kemudian
serangga diambil dengan pinset dan disusun secara acak diatas selembar kertas.
3) Diamati
serangga no. 1, kemudian diberi tanda + pada kertas, diambil serangga no. 2 dan
diletakkan berdampingan dengan serangga no. 1 dan diamati apabila sama diberi
tanda 0 dan bila berbeda diberi tanda + , diambil serangga berikutnya kemudian
diamati lalu diberi tanda seperti pada serangga sebelumnya begitu seterusnya
hingga serangga terakhir.
4) Dicatat
jumlah tanda + yang ada dan jumlah keseluruhan spesimen yang didapatkan.
5) Kemudian
dari data yang telah didapatkan tadi dicari indeks keankaragamannya dengan
menggunakan indeks kennedy dengan rumus:
ID Kennedy = Jumlah tanda + / Jumlah spesimen
DAFTAR PUSTAKA
Oka, I.N., 1995, Pengendalian
Hama Terpadu dan Implementasinya di indonesia.
Universitas Gadja Mada-Press. Yokyakarta.
Putra, N.S., 1994, Serangga di sekitar kita. Kanisius.
Yokyakarta.
Umar, R., 2012, Penuntun Praktikum Ekologi Umum.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Oman. 2008. Ekosistem Darat. http://sumbermakalah.blogspot.com/. Diakses pada hari Minggu tanggal 8 April 2012. Pukul 21.00 WITA.
Rahmad.
2010. Peranan Serangga. http://ekologihutan.blogspot.com. Diakses
pada hari Minggu tanggal 8 April 2012. Pukul 21.40 WITA.
0 komentar:
Posting Komentar